Ideologi, Pancasila dan NKRI

Ideologi, Pancasila dan NKRI[1]

“Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.”

            Sebuah kehormatan bagi saya pada hari ini diberikan kesempatan untuk berdiskusi besama keluarga besar BKPRMI dalam kegiatan “Diklatnas Kader Ummat dan Bangsa Angkatan I Tahun 2016”. Tema yang diamanahkan untuk saya bahas pada hari ini ialah tentang “Ideologi, Pancasila dan NKRI” sebuah topik bahasan yang menurut saya sangat strategis serta membutuhkan kajian yang mendalam dan waktu yang tidak sebentar jika ingin kita diskusikan secara tuntas. Namun pada kesempatan ini setidaknya kita mencoba untuk dapat merunut benang merah yang dapat sedikit memberikan prespektif baru tentang bagaimana hubungan Ideologi, Pancasila dan NKRI dalam konteks kekinian di Indonesia.

Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
Sebuah negara membutuhkan weltanschauung atau landasan filosofis, selanjutnya landasan filosofis tersebut lah yang akan digunakan sebagai pedoman untuk menyusun visi dan misi serta tujuan bernegara. Tanpa weltanschauung negara akan terombang ambing bagai kapal tanpa nahkoda ditengah gelombang yang ganas, hanya tinggal menunggu waktu saja untuk melihat kapal tersebut tenggelam dan lenyap tersapu oleh ombak. Atas dasar itulah kristalisasi dari nilai-nilai luhur bangsa indonesia, oleh founding fathers kita kemudian dirumuskan menjadi 5 falsafah dasar yang kemudian kita kenal dengan Pancasila yang kemudian kita gunakan sebagai Ideologi berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan ideologi yang lahir dari keinsyafan dan kesadaran penuh para bapak bangsa bahwa kemerdekaan Indonesia tidak lain adalah sebuah rahmat dan karunia dari Allah yang maha kuasa, sebagaimana kutipan salah satu frasa pembukaan UUD 1945 yang saya sampaikan pada awal pembukaan diatas. Ideologi ini memiliki dimensi religiusitas, keadilan sosial, dan prisip-prinsip demokrasi yang berurat berakar, tumbuh ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang begitu heterogen.

Kemudian yang perlu menjadi catatan bersama ialah ideologi Pancasila disusun oleh para bapak bangsa kita yang sebagian besar adalah ulama yang hanif lagi bijaksana. Pertanyaan yang menggantung kemudian adalah, jika perumus weltanschauung  dan pelopor utama kemerdekaan negeri ini sebagian adalah para Ulama lantas mengapa pada saat itu mereka tidak melembagakan Islam dalam bentuk formil dalam konteks bernegara dan kemudian menjadikan Teokrasi Islam sebagai dasar Negara. Mengapa justru Pancasila yang menjadi pilihan dan bertahan hingga saat ini? Menurut hemat saya ada beberapa faktor penyebab: pertama penafsiran dan pemahaman muslimin Indonesia yang khas tentang hubungan antara agama dan negara (din wa siyasah); kedua, arus utama corak keislaman penduduk muslim di Indonesia yang dapat kita sebut dengan istilah Islam Washatiyah (Islam jalan tengah) pada umumnnya kaum muslimin Indonesia tidak terlalu suka dengan berbagai bentuk ekstrim dalam konteks indeologi, apakah itu  ekstrim kanan (fundamentalis) maupun ekstrim kiri (marxis). Meskipun dalam perjalanan sejarah selalu ada upaya untuk menyebarkan wacana satu praksis ekstrim, muslim Indonesia pada umumnya tidak tertarik untuk mengikutinya; ketiga, tradisi dan realitas sosial budaya di Indonesia yang begitu heterogen; keempat latar belakang historis, Indonesia terbentuk dengan cara yang unik, jika Jerman, Inggris, Perancis dan Italia menjadi negara karena kesamaan bahasa. Lalu Australia, Srilangka, Singapura, yang menjadi satu negara karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea dan China yang menjadi satu negara karena kesamaan ras. Indonesia justru sebaliknya, Indonesia adalah negara yang berdiri diatas keberagaman, wilayahnya terdiri dari 17.000 Pulau, penduduknya terdiri dari 1.340 suku bangsa dan memiliki lebih dari 700 Bahasa, atas dasar itulah Pancasila dipilih sebagai landasan ideologi negara kita.
Menjadikan Pancasila sebagai ideologi Negara tidak serta merta mengurangi sedikitpun “keislaman” kita, justru Pancasila itu sendiri merupakan ikhtiar untuk menghadirkan islam yang rahmatan lil alamin dalam konteks penerapannya secara substansialitas dalam kehidupan sehari-hari, bukankah menjadi manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, menciptakan keadilan sosial dalam menbangun peradaban, menjalin persatuan/ukhuwah, membangun sistem permusyawaratan dalam merumuskan kebijakan adalah prinsip-prinsip yang diperjuangkan Rasulullah demi terciptanya masyarakat madani di muka bumi ini.
Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia
Berdasarkan beberapa teori modern, ada dua bentuk negara modern yang menjadi corak umum yang dipakai diberbagai belahan dunia, yang pertama ialah Negara Serikat atau Federasi dan selanjutnya ialah Negara Kesatuan atau Unitarisme. Kesadaran bahwa Indonesia ialah sebuah negara besar yang dibangun atas berbagai keberagaman (heterogenitas) baik dari aspek geografis, demograis dan kulutral, oleh para pendiri bangsa dibangun sebagai sebuah Negara Kesatuan (Unitary State), sehingga lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Negara Kesatuan (Unitary State) ialah bentuk Negara dimana wewenang legislasi tertinggi dipusatkan pada satu badan legislatif nasional pusat. Azas yang mendasari Negara kesatuan ialah azas unitarisme, yang dirumuskan oleh Dicey sebagai “..The habitual exercise of supreme legislative authorIty by one central power”[3].. Negara kesatuan ialah suatu negara yang merdeka dan berdaulat dimana seluruh negara yang berkuasa hanyalah satu pemerintah (Pusat) yang mengatur seluruh daerah. Negara Kesatuan dapat dibedakan kedalam 2 bentuk:
1.    Negara Kesatuan dengan sistem sentralisasi.
2.    Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi. Perlu difahami bahwa meskipun Pemerintah Daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) dengan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, Pemerintah Pusat tetap mempunyai hak untuk mengawasi Daerah-Daerah Otonom tersebut. Dikarenakan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tersebut merupakan pelimpahan dari Pemerintah Pusat dan juga dikarenakan tanggung jawab tertinggi penyelenggaraan negara terletak ditangan Presiden.

Urusan pemerintah dibidang  Hankam; Moneter dan Fiskal Nasional; Yustisi dan Politik Luar Negeri menjadi domain mutlak Pemerintah Pusat (urusan absolut). Selebihnya, menjadi domain Pemerintah Daerah, yang dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan (urusan konkuren). Dengan penyerahan kewenangan-kewenangan urusan-urusan tertentu menjadi urusan rumah tangga Daerah oleh Pemerintah Pusat, maka terjadilah hubungan kewenangan. Untuk keperluan tersebut, kepada Daerah-Daerah Otonom diberikan sumber-sumber pendapatan tertentu oleh Pemerintah Pusat. Dengan demikian terjadilah hubungan keuangan antara keduanya. Agar supaya urusan-urusan yang diserahkan dapat diselenggarakan sesuai dengan tujuannya dalam arti sesuai dengan tujuan penyerahan urusan-urusan tersebut yaitu membantu tercapainya tujuan Negara, maka perlu diadakan pengawasan oleh Pemerintah Pusat terhadap Daerah-Daerah Otonom tersebut. Pengawasan ini sangat penting sebab bagaimanapun juga tanggung jawab terakhir dalam penyelenggaraan pemerintah seluruhnya berada di pundak Pemerintah Pusat, sesuai dengan hakikat dari Negara Kesatuan.

Masa depan Pancasila
Sosiolog Talcott Parsons dalam bukunya Social menyatakan, bila suatu masyarakat ingin tetap eksis dan lestari, ada empat pardigma fungsi (function paradigm) yang harus terus menerus dilaksanakan oleh masyrakat bersangkutan. Pertama, pattern maintenance, kemampuan memelihara sistem budaya yang dianut, karena budaya adalah endapan perilaku manusia. Budaya itu sendiri akan berubah karena terjadi transformasi nilai dari masyarakat terdahulu ke masyarakat kemudian, tetapi dengan tetap memelihara ilai-nilai yang dianggap luhur, karena tanpa hal itu akan terbentuk masyarakat baru yang  lain.

Kedua, kemampuan masyarkat berdaptasi dengan dunia yang berubah cepat. Sejarah membuktikan, banyak peradaban masyarkat hilang karena tidak mampu beradabtasi dengan perubahan dunia. Masyarakat yang mampu menyesuaika diri dengan perubaha serta mampu memanfaatkan peluang yang timbul akan unggul

Ketiga, adanya fungsi integrasi unsur-unsur masyarakat yang beraneka raga secara terus-menerus sehingga terbentuk kekuatan setripugal yang semakin menyatukan masyarakat tersebut.

Keempat, masyarakat perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama yang dari asma ke masa bertransfromasi karena terus-menerus di perbaiki oleh masyarakat dan para pemimpinnya. Bila negara kebangsaan Indonesia terbentuk oleh kesamaan sejarah, maka kedepan perlu dimantapkan oleh kesamaan cita cita, pandangan harapan dan tujuan tentang masa depan.

Argumen yang dibangun Parsons mengantarka kita pada satu perenungan bahwa jika Inonesia sebagai satu negara-bangsa ingin tetap mempertahankan eksistensinya dalam sejarah peradaban dunia ini maka kemampuan kita sebagai masyarakat untuk bisa menjadi muslim yan baik dan dapat memanifestasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sosial kita sehari-hari adalah salah satu kucinya, karena jika boleh jujur Islam, Pancasila dan Kemerdekaan Indonesia adalah ketunggalan dalam satu tarikan nafas.




[1] Disampaikan pada Diklatnas Kader Umat dan Bangsa Angkatan I Tahun 2016 BKRMI
[2] C.F.Strong, Modern Political Institution to the Comparative Study of Their History and Existing Form, Sidgwich and Jackson, London, 1960, hal.99

0 comments: